Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Aset Kripto Yang Diakui Pemerintah Sebagai Alat Investasi

Bukti Hukum, Jakarta - Saat ini keberadaan aset kripto atau yang lebih sering dikenal sebagai cryptocurrency sedang ramai diperbincangkan, terutama dikalangan kaum milenial yang sangat terbuka dan cepat beradaptasi dengan perkembangan informasi dan transaksi elektronik. Selain itu, semakin banyaknya peminat aset kripto disebabkan karena jatuhnya pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang  mendorong investor mengalihkan sahamnya menjadi aset kripto yang secara nilai lebih menguntungkan.

Namun jauh sebelum aset kripto ramai diperbincangkan, Pemerintah melalui Menteri Perdagangan sebenarnya telah mengambil langkah cepat dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset) yang mengakui cryptocurrency sebagai aset kripto dan dapat diperdagangkan di bursa berjangka.

Oleh karena Pemerintah hanya menetapkannya sebagai sebuah aset kripto, secara tidak langsung penggunaan kripto sebagai alat pembayaran jual beli tidak diakui. Hal ini tentunya berbeda dengan pandangan global yang memberlakukan cryptocurrency sebagai mata uang atau alat pembayaran yang mudah, cepat dan aman. Salah satu perusahaan global yang telah menerima pembayaran dalam bentuk cryptocurrency yaitu perusahaan mobil listrik asal Amerika Serikat “Tesla”, perusahaan tersebut menerima pembayaran dalam bentuk bitcoin yang merupakan salah satu dari jenis cryptocurrency.

Sedangkan di Indonesia, menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, hanya terdapat 7 (tujuh) jenis  alat pembayaran yang diakui dan sah digunakan yakni:

1. Cek dan bilyet giro.

2. kartu ATM/Debit.

3. Kartu Kredit.

4. Uang Elektronik.

5. System Transfer Bank Indonesia Real Time Gross Seatlement (BI-RTGS).

6. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).

7. Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU).

Ketujuh alat pembayaran diatas, sepenuhnya dibawah otoritas Bank Indonesia, berbeda halnya dengan aset kripto yang tidak memiliki otoritas (bank central), pemerintah tidak mempunyai kendali atas jumlah coin kripto yang beredar ditengah masyarakat.

Oleh karena itu, aset kripto merupakan investasi beresiko tinggi yang perlu dijamin dan dilindungi oleh hukum. Langkah yang dilakukan Pemerintah dengan menerbitkan Permendag Nomor 99 Tahun 2018 sementara ini sudah sangat tepat, hal ini untuk memberikan kepastian hukum bahwa keberadaan aset kripto tidak lagi ilegal, mengingat pengguna aset kripto di Indonesia semakin meningkat dan perlu diatur keberadaannya.

Lebih lanjut lagi, patut diapresiasi langkah Pemerintah melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan yang telah menetapkan sebanyak 13 calon pedagang aset kripto serta menetapkan 229 jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan kepada masyarakat, hal ini penting sebagai panduan bagi masyarakat untuk memilih pedagang aset dan jenis aset kritpto yang aman untuk dibeli sehingga masyarakat dapat terhindar dari penipuan/investasi bodong.

Pokok Permasahalan

Dengan semakin banyaknya pengguna aset kripto, tentunya peredaran aset kripto semakin sulit di kontrol peredarannya oleh Pemerintah. Karena aset kripto merupakan aset yang sangat mudah dan cepat untuk ditransaksikan, aset kripto berbentuk digital dan tersimpan didalam dompet digital serta dapat ditransaksikan secara peer-to-peer atau dari pemilik dompet digital kepada pemilik dompet digital lainnya.

Walaupun secara yuridis Pemerintah telah menetapkan aset kripto sebagai alat investasi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka sebagaimana yang diatur didalam Permendag Nomor 99 Tahun 2018, namun pengaturannya belum cukup untuk menjamin dan melindungi persoalan hukum yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang.

Misalnya, terjadi kesepakatan bahwa pihak pertama menerima satu unit sepeda motor dari pihak kedua, sebagai imbalannya pihak pertama memberikan sejumlah aset kripto kepada pihak kedua. Apakah perbuatan yang dilakukan oleh pihak pertama dan pihak kedua merupakan transaksi jual beli? mengingat aset kripto tidak boleh digunakan sebagai alat pembayaran menurut Undang-Undang tentang Mata Uang.

Lalu bagaimana otoritas pemerintah dapat melakukan pengawasan jika aset kripto digunakan oleh oknum tertentu untuk mendanai organisasi terlarang seperti teroris, perdagangan manusia dan narkoba.

Kesimpulan

Pemerintah sangat menyadari bahwa keberadaan aset kripto telah berkembang luas di tengah masyarakat dan untuk memberikan kepastian hukum, Pemerintah menerbitkan Permendag Nomor 99 Tahun 2018 yang pada pokoknya mengakui aset kripto sebagai alat investasi dan dapat diperdagangkan di bursa berjangka.

Namun demikian, disamping kebedaraan Permendag Nomor 99 Tahun 2018 dan peraturan pelaksananya, Pemerintah perlu membuat peraturan yang lebih konkrit, terkait hal apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh masyarakat sebagai pengguna aset kripto.

Peraturan yang mengatur kebedaraan aset kripto, sebaiknya diatur dalam level Undang-Undang, apakah dengan menerbitkan aturan baru atau dengan merevisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, mengingat UU ITE belum mengatur hal-hal yang terkait dengan aset kripto.

Pengaturan ini sangat diperlukan untuk mencegah persoalan hukum perdata maupun pidana yang mungkin terjadi di masa depan seiring meningkatnya pengguna kripto Indonesia.

Selain itu, pengaturan yang lebih konkrit dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dalam penggunaan aset kripto, agar tidak terjadi salah pemahaman mengenai perbedaan penggunaan antara rupiah sebagai mata uang yang sah untuk alat pembayaran dengan aset kripto sebagai alat investasi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka.


Post a Comment for "Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Aset Kripto Yang Diakui Pemerintah Sebagai Alat Investasi"