Bukti Hukum - Jakarta, Pembangunan ekonomi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai proses berkelanjutan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) suatu negara dan pendapatan per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang berdampak pada berbagai aspek baik ekonomi, sosial, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Dalam pengertian pembangunan ekonomi ini, ada 3 (tiga) elemen penting yang perlu disoroti, diantaranya pembangunan sebagai suatu proses pembangunan merupakan suatu tahapan yang harus dijalani masyarakat untuk mencapai kondisi adil, makmur, dan sejahtera, pembangunan sebagai usaha untuk meningkatkan pendapatan per kapita, serta peningkatan pendapatan per kapita berlangsung dalam jangka panjang artinya secara rata-rata meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan ekonomi tidak dapat lepas dari pertumbuhan ekonimi (economic growth). Pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.
Sebagian ahli ekonomi memandang pembentukan investasi merupakan faktor penting yang memainkan peran strategis terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu negara. Ketika pengusaha atau individu atau pemerintah melakukan investasi, maka akan ada sejumlah modal yang ditanam, ada sejumlah pembelian barang-barang yang tidak dikonsumsi, tetapi digunakan untuk produksi, sehingga menghasilkan barang dan jasa di masa akan datang. Pertumbuhan ekonomi biasanya selalu dikaitkan dengan iklim bisnis yang subur. Namun nyatanya, hal ini juga tidak luput dari peran investasi dalam pemulihan ekonomi di Indonesia. Bila dilihat lebih dalam lagi, sebenarnya investasi sendiri merupakan akar dari segala upaya demi memulihkan dan menumbuhkan perekonomian di Indonesia. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan.
Salah satu permasalahan yang dialami oleh Negara Indonesia dalam melaksanakan pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk menyejahterakan rakyat adalah pembangunan ekonomi nasional tidak berjalan secara berkesinambungan antara satu periode kepemimpinan ke periode selanjutnya. Indonesia membutuhkan program pembangunan yang berkesinambungan untuk mencapai target menjadi negara maju pada 2045. Sistem dan kesepakatan nasional perlu dibangun sehingga program yang dicanangkan tetap bisa berjalan meski Presiden, Menteri, atau Kepala Daerah silih berganti pada 25 tahun ke depan. Meskipun perekomonian nasional tumbuh tidak kalah dibandingkan negara-negara lain, tetapi persoalan pembangunan nasional yang berkesinambungan, terarah dan terukur menjadi persoalan klasik yang belum dapat terselesaikan dengan baik.
Pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu program prioritas pembangunan nasional, hal ini dilakukan Pemerintah guna mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur dari Negara-negara lain, meningkatkan konektivitas dan merangsang pertumbuhan ekonomi di pelbagai wilayah tanah air. Presiden Jokowi menekankan bahwa program pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari implementasi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat. Jadi, pembangunan tidak lagi terfokus di pulau Jawa saja, melainkan di seluruh daerah di Indonesia, sehingga dapat menciptakan titik-titik perekonomian yang baru diluar pulau Jawa. Selain itu, proyek infrastruktur dapat menyerapkan banyak lapangan pekerjaan baru. Namun kita tidak bisa mengesampingkan fakta bahwa pembangunan infrastruktur dalam bentuk jalan tol, bandara, jembatan, bendungan, pembangkit listrik dan pelabuhan sering penyelesaiannya terlambat atau tidak sesuai dengan target waktu yang ditentukan. Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) mengungkapkan bahwa tak semua proyek strategis nasional (PSN) bisa rampung sesuai target. Artinya ada beberapa proyek di bawah kepemimpinan yang diperkirakan tidak akan selesai sampai akhir masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo tahun 2024, seperti proyek minyak dan gas atau energi yang ditargetkan selesai pada tahun 2028. Oleh karena, peran politik hukum negara sangat berpengaruh untuk memastikan bahwa pembangunan dapat berlangsung secara terus menerus dalam rangka menyejahterakan rakyat, karena politik hukum sangat mempengaruhi kebijakan pembangunan ekonomi nasional.
Politik hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, rechtpolitiek, yang berarti politik hukum. Politik berarti beleid atau dalam bahasa Indonesia berarti kebijakan. Sedangkan kata kebijakan menurut para ahli hukum merupakan serangkaian tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau Pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan dan kesempatan terhadap pelaksana usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan. Menurut Moh. Mahfud MD, politik hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang diberlakukan, baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama dalam rangka mencapai tujuan Negara. Politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang dicabut atau tidak diberlakukan, yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan Negara seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUUD 1945.
Politik Hukum pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam bidang pembangunan nasional sebagai bentuk keseriusan Pemerintah untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur tertuang didalam RPJM 2015-2019. Didalam Buku I Hal 131 RPJM 2015-2019 disebutkan, pembangunan infrastruktur dilakukan guna meningkatkan konektivitas di wilayah pertumbuhan antar wilayah pertumbuhan serta antar wilayah koridor ekonomi atau antar pulau melalui percepatan pembangunan infrastruktur pelabuhan, kereta api, bandara, jalan, informasi dan telekomunikasi, serta pasokan energi. Tujuan penguatan konektivitas adalah untuk:
(a) menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan melalui inter-modal supply chained system;
(b) memperluas pertumbuhan ekonomi dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland);
(c) menyebarkan manfaat pembangunan secara luas melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar ke daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan. Upaya pembangunan konektivitas tersebut antara lain akan membangun 2.650 kilometer jalan arteri dan 1.000 kilometer jalan tol, membangun 3.258 kilometer jalur kereta api, mengembangkan 24 pelabuhan untuk mendukung tol laut, 15 bandara baru dan mengembangkan bandara yang ada, pengembangan 9 bandara untuk pelayanan kargo udara, moderenisasi sistem pelayanan navigasi penerbangan dan pelayaran, membangun Bank Pembangunan dan Infrastruktur, serta mendorong BUMN untuk mempercepat pembangunan infrastruktur.
Selanjutnya pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi periode ke dua, Politik Hukum Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 disahkan melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. Meskipun RPJMN 2020-2024 menfokuskan arah pada pembangunan sumber daya manusia, tetapi pembangunan infrastruktur tetap menjadi salah satu prioritas dalam RPJMN 2020-2024, hal ini dibuktikan dengan dicantumkannya kembali poin pembangunan infrastruktur dalam satu BAB khusus yang berbunyi “Memperkuat Infrastruktur Untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi Dan Pelayanan Dasar”.
Selain mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang memuat prinsip-prinsip pembangunan nasional, yang disusun oleh Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak dapat dikesampingkan bahwa hal tersebut merupakan produk politik. Sehingga arah dan tujuan pembangunan nasional sebenarnya sangat dipengaruhi dengan kondisi politik saat itu. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dijadikan dasar untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Tahunan atau sering dikenal dengan istilah Rencana Kerja Pemerintah (RKP) menjadi satu sistem pembangunan ekonomi nasional.
Persoalan yang muncul kemudian adalah baik Pemerintah (Presiden dan Menteri) sebagai bagian kekuasaan eksekutif maupun anggota DPR sebagai bagian kekuasaan legislatif tidak selalu dijabat oleh orang yang itu-itu saja, yang merumuskan peraturan perundang-undangan pada saat itu. Akan ada pergantian kepemimpinan di lembaga eksekutif yang membantu Presiden, maupun pergantian Presiden karena tidak terpilih lagi atau sudah habis masa periodenya. Begitu pula di daerah, Gubernur, Bupati/Walikota sebaagi kepala daerah yang merupakan perpanjangan tangan Pemerintah Pusat untuk membantu mensukseskan kebijakan nasional juga mengalami pergantian. Hal ini konsekuensi pemilihan kepada daerah yang dipilih secara langsung. Setiap pimpinan tentunya memiliki pandangan politik tersendiri, hal ini dipengaruhi oleh latar belakang partai, pendidikan, budaya kedaerahan yang berbeda-beda. Yang menjadi tantangan adalah, bagaimana caranya agar sistem pembangunan nasional yang telah dibuat dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat maupun pemerintah daerah secara terarah dan berkesinambungan?
Jika dibandingkan pada masa orde lama maupun orde baru, politik hukum negara dalam mewujudkan pembangunan ekonomi yang menyejahterakan rakyat dituangkan dalam Garis Besar Haluan Negara. Penyusunan GBHN dan implementasinya lebih mudah terkontrol, mengingat penyusunan dan implementasi GBHN tersentral pada sosok kepemimpinan saat itu yakni Presiden. Pada saat Orde Baru, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dijadikan panduan utama dalam merumuskan rencana pembangunan Negara. Konsekuensinya adalah, pada saat GBHN masih diberlakukan Presiden harus mempertanggungjawabkan hasil kerjanya kepada MPR. Akan tetapi kemudian GBHN dihapus sehubungan dengan perubahan tonggak kekuasaan. Untuk melegalkan kebijakan penghapusan GBHN dimaksud, Pemerintah melakukan Amandemen konstitusi khususnya pasal 3 yang mencantumkan secara eksplisit adanya GBHN. Setelah GBHN dihapus, sebagai gantinya, negara membuat sistem perencanaan pembangunan nasional yang menjadi panduan dalam merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Tahunan atau sering dikenal dengan istilah Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Saat ini muncul argumentasi utama mengapa perlu menghidupakan GBHN adalah pandangan bahwa perencanaan pembangunan di Indonesia pascareformasi mengalami kekacauan, tidak ada arah dan saling berbenturan antara pusat dan daerah. Selain itu mereka juga menyoroti soal kesinambungan program-program pembangunan yang bisa jadi mengalami keterputusan ketika terjadi pergantian pemerintahan. Pertanyaan yang muncul kemudian, mungkinkah menghidupkan kembali GBHN ketika presiden bukan lagi mandataris MPR dan MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara? Apakah RPJMN, (RPJP), dan (RKP) sudah cukup efektif sebagai bentuk politik hukum? Hal ini lah yang akan coba dijawab dalam makalah ini.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pendahuluan sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah yang akan diangkat dalam makalah ini adalah sebagaimana berikut:
1. Bagaimanakah Peranan Politik Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Indonesia?
2. Bagaimanakah Perbandingan RJP, RPJMN dan RKP sebagai politk hukum dalam mewujudkan pembangunan ekonomi nasoinal yang terarah dan berkesinambungan jika dibandingkan dengan masa pemberlakuan GBHN?
Pembahasan
1. Peranan Politik Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Indonesia
Pada prinsipnya politik berasal dari Bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani politika yang berhubungan dengan polis (negara). Politik juga berarti proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Dilihat dari sisi etimologi, kata politik berasal dari bahasa Yunani, yakni polis yang berarti kota yang berstatus negara kota (city state). Adapun definisi dari politik menurut para ahli adalah sebagaimana berikut:
1) Miriam Budiardjo: Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu;
2) Deliar Noer: Politik adalah segala aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan yang bermaksud untuk mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan, suatu macam bentuk susunan masyarakat;
3) Kartini Kartono, Politik adalah segala sesuatu yang ada relasinya dengan pemerintahan (peraturan, tindakan pemerintah, undang-undang, hukum kebijakan (policy) , beleid, dan lain-lain;
4) Ramlan Surbakti, politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka pembuatan pelaksanaan keputusan yang yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu;
Sementara definisi mengenai hukum memiliki banyak dimensi dan segi, sehingga sulit untuk memberikan definisi hukum yang memadai. Namun beberapa sarjana telah mengemukakan beberapa definisi mengenai hukum, yakni sebagaimana berikut:
1) Utrecht: Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu;
2) Hans Kelsen: hukum adalah tata aturan (rule) sebagai suatu sistem aturan-aturan (rules) tentang perilaku manusia. Dengan demikian, hukum tidak menumpuk pada suatu aturan tunggal (rule) tetapi seperangkat aturan (rules) yang memiliki satu kesatuan sehingga dapat dipahami sebagai suatu sistem;
3) Sudikno Mertokusumo: hukum sebagai kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama atau keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi;
4) EM. Mayers: hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan sebagai pedoman bagi penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugasnya;
5) Immanuel Kant: hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebeas orang lain;
Sebelum kita menjabarkan mengenai peranan politik hukum dalam pembangunan ekonomi nasional Indonesia, ada baiknya kita memahami dulu secara garis besar mengenai politik hukum. Secara sederhana pengertian dari politik hukum (legal policy) adalah kebijakan negara/pemerintah dalam bidang hukum untuk melaksanakan pemerintahan. Adapun beberapa pengertian dari politik hukum adalah sebagaimana berikut:
1) Padmono Wahojo: politik hukum adalah kebijakan penyelenggara Negara yang bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk dan tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu;
2) Teuku Mohammad Radhie: politik hukum adalah suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku diwilayahnya, dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun;
3) Soedarto: politik hukum adalah kebijakan dari negara melalui badan – badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan – peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita – citakan;
Dalam perkembangan ekonomi suatu negara termasuk Indonesia, kedudukan dan peranan dari hukum tentu dianggap sangat penting. Negara perlu menunjukkan intervensi dalam bentuk regulasi dan perizinan yang akan sangat berpengaruh dalam pembangunan ekonomi. Pengaturan-pengaturan oleh negara dlaam bentuk regulasi dan perizinan yang demikian diperlukan dalam rangka jaminan sistem rujukan bersama antara pemamgku kepentingan (stake-holders) dalam dinamika ekonomi pasar. Peraturan-peraturan resmi yang diberlalukan untuk itu tentu diharapkan berisi kepastian yang adil, keadilan yang pasti, keadilan yang pasti, dan kebergunaan. Dengan kepastian yang adil, keadilan yang pasti, dan kebergunaan itulah hukum dapat menjamin kebebasan yang teratur dalam dinamika perekonomian, sehingga pada gilirannya dapat membawa kesejahteraan bersama dalam kehidupan masyarakat. Tanpa kepastian hukum (certainly), perkenonomian tidak akan menumbuhkan kebebasan yang sehat dan berkeadilan adil, dan tanpa kebergunaan (utility), perekonomian tidak akan membawa kehidupan bersama kepada kesejahteraan dan kedamaian., karena pada akhirnya hukum itu sendiri haruslah membawa kehidupan bersama kepada kesejahteraan dan kedamaian hidup bersama. Oleh karena itu produk hukum dalam bentuk perizinan tetap diperlukan oleh setiap negara tanpa mengenal sistem pemerintahan dan perekonomian negaranya. Dengan demikian, hukum dapat menjadi alat dalam memajukan perekonomian suatu bangsa dalam rangka menyejahterakan masyarakatnya, asalkan dilaksanakan secara adil dan konsisten serta dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Sebaliknya hukum juga dapat menjadi penghambat kemajuan perekonomian bila pengaturannya dibuat secara tidak adil dan tidak konsisten, sehingga tidak tercipta kepastian hukum.
Pembangunan ekonomi nasional dalam pencapaiannya tidak terlepas dari peran sektor hukum. Tidak dapat dipungkiri memang ada tuntutan bidang ekonomi terhadap bidang hukum yang dapat dijadikan sebagai sumbangan yang bermanfaat untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Hukum dalam keberadaannya di masyarakat mempunyai peranan dan pengaruh terhadap kegiatan ekonomi sesuai dengan fungsi hukum itu sendiri. Hukum dalam fungsinya berisi petunjuk tingkah laku manusia, alat untuk menyelesaikan konflik dan alat untuk rekayasa sosial ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari pembangunan hukum karena antara ekonomi dan hukum itu merupakan dua hal yang saling memengaruhi satu sama lain. Hukum sebagai ketentuan yang sifatnya normatif mempunyai peran dan fungsi yang sangat penting dalam bidang perekonomian.
Dalam menganalisis fungsi hukum dalam pembangunan perekenomian, maka penting untuk dipahami fungsi hukum dalam masyarakat. Setelah itu baru dikaitkan dengan fungsi hukum dalam pembangunan ekonomi sebagaimana yang dimaksud dalam kajian tulisan ini. Menurut Satjipto Rahardjo, hukum berfungsi sebagai perlindungan bagi kepentingan manusia, dan karenanya hukum harus dilaksanakan. Selanjutnya Ronny Hanitidjo dengan menyisir pendapat Talcott Parsons menyatakan fungsi utama hukum alah melakukan integrasi, yaitu mengurangi konflik-konflik dan melancarkan proses interaksi pergaulan sosial. Fungsi internal hukum itu sendiri sudah sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia, utamanya dalam kehidupan ekonomi. Thomas Aquinas menegaskan dalam konteks ini, bahwa fungsi hukum mengusahakan kesejahteraan seluruh umat manusia. Fungsi disini adalah sebagai kerangka yang berwujud peraturan yang membimbing, memberikan pedoman sanksi dan alat untuk mereknya kehidupan sosial. Obyeknya adalah segala segi kehidupan manusia dalam kehidupan ekonominya. Dengan demikian, tugas hukum dibidang ekonomi yang terutama adalah untuk dapat senantiasa menjaga dan menciptakan kaedah-kaedah pengaman agar pelaksanaan pembangunan ekonomi tidak akan mengorbankan hak dan kepentingan pihak yang lemah. Hanya dengan cara seperti inilah hukum akan tetap mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan ekonomi. Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi begitu penting, bukan hanya dalam menyelesaikan masalah yang timbul, tetapi yang lebih penting lagi adalah dalam meletakkan dasar-dasar dari pembangunan itu sendiri.
2. Perbandingan RJP, RPJMN dan RKP Sebagai Politk Hukum Dalam Mewujudkan Pembangunan Ekonomi Nasoinal Yang Terarah Dan Berkesinambungan Jika Dibandingkan Dengan Masa Pemberlakuan GBHN
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan bidang ekonomi, maka terjadi peningkatan permintaan data dan indikator-indikator yang menghendaki ketersediaan data sampai tingkat Kabupaten/ Kota. Data dan indikator-indikator pembangunan yang diperlukan adalah yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.
Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hierarki dimensi waktunya berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dibagi menjadi perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tahunan), sehingga dengan Undang-Undang ini kita mengenal satu bagian penting dari perencanaan wilayah yaitu apa yang disebut sebagai rencana pembangunan daerah, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) sebagai kelengkapannya. Perencanaan pembangunan daerah seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, mewajibkan daerah untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang berdurasi waktu 20 (dua puluh) tahun yang berisi tentang visi, misi dan arah pembangunan daerah. Adapun Penyusunan RPJP dilakukan melalui urutan:
1. Penyiapan rancangan awal rencana pembangunan;
2. Musyawarah perencanaan pembangunan;
3. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2015-2019) adalah tahap yang ketiga dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (atau RPJPN 2005-2025). Rencana ini merupakan asas tunggal untuk kementerian dan lembaga pemerintah menyangkut perumusan Rencana Strategis mereka. Pemerintah daerah harus mempertimbangkan rencana ini ketika merumuskan rencana pengembangan daerah. yang telah ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 . Dengan berpayung kepada Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 tadi, RPJMN 2015- 2019 disusun sebagai penjabaran dari Visi, Misi, dan Agenda (Nawa Cita) Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, dengan menggunakan Rancangan Teknokratik yang telah disusun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan berpedoman pada RPJPN 2005-2025. RPJMN 2015-2019 adalah pedoman untuk menjamin pencapaian visi dan misi tersebut.
PRPJMN sekaligus untuk menjaga konsistensi arah pembangunan nasional dengan tujuan di dalam Konstitusi Undang Undang Dasar 1945 dan RPJPN 2005–2025. Untuk menuju sasaran jangka panjang dan tujuan hakiki dalam membangun, pembangunan nasional Indonesia lima tahun ke depan perlu memprioritaskan pada upaya mencapai kedaulatan pangan, kecukupan energi dan pengelolaan sumber daya maritim dan kelautan. Seiring dengan itu, pembangunan lima tahun ke depan juga harus makin mengarah kepada kondisi peningkatan kesejahteraan berkelanjutan, warganya berkepribadian dan berjiwa gotong royong, dan masyarakatnya memiliki keharmonisan antarkelompok sosial, dan postur perekonomian makin mencerminkan pertumbuhan yang berkualitas, yakni bersifat inklusif, berbasis luas, berlandaskan keunggulan sumber daya manusia serta kemampuan iptek sambil bergerak menuju kepada keseimbangan antarsektor ekonomi dan antarwilayah, serta makin mencerminkan keharmonisan antara manusia dan lingkungan.
c. Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2019 sebagai penjabaran tahun terakhir dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 memuat hasil evaluasi pencapaian Prioritas Nasional (PN) RKP 2017, rancangan kerangka ekonomi makro, arah pengembangan wilayah, pendanaan pembangunan, prioritas pembangunan nasional, pembangunan bidang, serta kaidah pelaksanaan. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), penyusunan RKP merupakan upaya menjaga kesinambungan pembangunan secara terencana dan sistematis yang tanggap akan perubahan. Rencana Kerja Pemerintah tahun 2019 memuat tema “Pemerataan Pembangunan untuk Pertumbuhan Berkualitas” dalam rangka mengejar pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan nasional dalam RPJMN melalui optimalisasi pemanfaatan seluruh sumber daya (pemerintah dan swasta).
Dokumen RKP tahun 2019 menjabarkan rencana pembangunan ke dalam prioritas pembangunan nasional dan pembangunan bidang. Khusus untuk prioritas pembangunan nasional secara lebih rinci dijabarkan ke dalam PN, PP, dan KP dengan menjaga kesinambungan hierarki sasaran dan ketepatan indikator sasaran di setiap tingkatan kinerja. Hal ini penting untuk penajaman substansi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi dalam rangka memastikan tercapainya sasaran dan target pembangunan serta terlaksananya evaluasi dan pengendalian pencapaian sasaran PN secara efektif. Pendekatan tersebut dilakukan dalam rangka mengupayakan integrasi substansi (hulu-hilir/holistik); integrasi spasial (keterkaitan kegiatan dalam suatu lokasi); pembagian kewenangan (kerangka regulasi) antar-K/L, provinsi, kabupaten/kota; pembagian sumber pendanaan (kerangka pendanaan); penatakelolaan (kerangka kelembagaan); dan kemudahan berusaha (kerangka pelayanan umum dan investasi). Adapun Penjabaran RKP 2019 ke dalam 5 (lima) PN meliputi:
(1) Pembangunan Manusia melalui Pengurangan Kemiskinan dan Peningkatan Pelayanan Dasar;
(2) Pengurangan Kesenjangan Antarwilayah melalui Penguatan Konektivitas dan Kemaritiman;
(3) Peningkatan Nilai Tambah Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja melalui Pertanian, Industri, Pariwisata, dan Jasa Produktif Lainnya;
(4) Pemantapan Ketahanan Energi, Pangan, dan Sumber Daya Air; serta
(5) Stabilitas Keamanan Nasional dan Kesuksesan Pemilu. Hal ini diharapkan mendorong percepatan integrasi pembangunan pusat-daerah.
Subtansi dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pada dasarnya mengadopsi framework manajemen stratejik (lihat Gambar 1). Visi dan misi bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 diterjemahkan ke dalam RPJP Nasional dan RPJM Nasional. Selanjutnya, RPJP Nasional dan RPJM Nasional ini diterjemahkan pula ke dalam RPJP Daerah dan RPJM Daerah. Penterjemahan ke dalam RPJP Nasional/Daerah dan RPJM Nasional/Daerah ini bersifat dinamis, dimana secara periodik dilakukan evaluasi terhadap perubahan lingkungan internal dan eksternal yang ada. Perubahan lingkungan internal dan eksternal adalah suatu keniscayaan, mengingat satu-satunya hal yang tidak berubah di dunia ini adalah perubahan itu sendiri. Oleh karena itu RPJP Nasional/Daerah dan RPJM Nasional/Daerah memang seyogyanya akan selalu ada penyesuaian. Bahkan visi dan misi bangsa ini pun seharusnya dapat dilakukan penyesuaian apabila terjadi dinamika dalam lingkungan internal dan eksternal yang memang memaksa dilakukannya hal tersebut.
Dalam framework manajemen stratejik, RPJP dan RPJM termasuk dalam tahapan formulasi strategi. Setelah perencanaan jangka panjang dan menengah tertuang dalam RPJP dan RPJM, selanjutnya masuk ke tahapan implementasi strategi melalui RKP, baik RKP Pusat maupun RKP Daerah. Dalam tahapan implementasi strategi ini, dituangkan seluruh program kerja, anggaran, dan prosedur yang dibutuhkan untuk satu tahun ke depan sejalan dengan RPJP dan RPJM yang telah ditetapkan. Tahapan selanjutnya setelah implementasi strategi adalah tahapan evaluasi dan pengendalian. Terkait tahapan ini, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional tampaknya belum mengatur mengenai monitoring kinerja RKP Pusat dan RKP Daerah. Idealnya monitoring kinerja mencakup pengukuran terhadap 3E, yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomi adalah tingkat kehematan atas input untuk suatu program kerja. Sementara efisiensi adalah perbandingan antara output dengan input program kerja, semakin tinggi rasio ini mengindikasikan semakin efisien suatu program kerja. Sedangkan efektivitas adalah perbandingan antara hasil (outcome) dengan sasaran atau tujuan, semakin rasio ini mendekati 1 (mendekati sasaran atau tujuan) mengindikasikan semakin efektif suatu program kerja.
Era sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan disusunnya GBHN dan Repelita. Seperti halnya RPJP dan RPJM, GBHN dan Repelita dalam framework manajemen stratejik juga masuk dalam tahapan formulasi strategi. Sementara tahapan implementasi strategi dan monitoring kinerja di era sebelum UU No. 25/2004 tampaknya tidak diatur juga. Disamping itu, dinamika politik di era diberlakukannya GBHN dan Repelita yang relatif stabil memberikan kesan perencanaan pembangunan ekonomi yang ajeg kala itu. Keajegan GBHN dan Repelita ini harus diakui memudahkan penterjemahan di level pelaksanaan program-program kerja. Berbeda dengan dinamika politik di era setelah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang relatif dinamis sehingga memberikan kesan perencanaan pembangunan ekonomi yang berubah-ubah. Namun demikian kesan keajegan GBHN dan Repelita perlu dicermati lebih lanjut apakah secara periodik sudah mengevaluasi dinamika lingkungan internal dan eksternal. Apabila selama era GBHN dan Repelita tidak memberikan ruang penyesuaian terhadap dinamika lingkungan internal dan eksternal maka kurang beralasan juga apabila disebut era GBHN dan Repelita telah menerapkan praktik good governance. Akibat dari tidak adanya ruang penyesuaian terhadap dinamika lingkungan internal dan eksternal dapat menyebabkan arah yang salah terhadap pembangunan ekonomi Indonesia, dimana konsekuensinya akan dirasakan di masa mendatang.
Lebih lanjut, sebagaimana telah diuraikan diatas, di era setelah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, akibat dinamika politik yang sangat dinamis, RPJP dan RPJM terkesan berubah-ubah. Perubahan RPJP dan RPJM memang harus dipisahkan antara perubahan akibat penyesuaian kondisi lingkungan internal dan eksternal yang berubah atau perubahan akibat dinamika politik yang terjadi. Selain itu, keselarasan antara RPJP dan RPJM Nasional dengan RPJP dan RPJM Daerah juga tidak bisa dipungkiri seringkali dikritisi. Perbedaan ideologi politik antara pusat dengan daerah dapat berkontribusi pula atas tingkat keselarasan antara RPJP dan RPJM Nasional dengan RPJP dan RPJM Daerah. Ketidakselarasan RPJP dan RPJM Nasional dengan RPJP dan RPJM Daerah sudah tentu akan berimbas pula pada ketidakselarasan RKP Pusat dengan RKP Daerah.
Pilihan sistem perencanaan pembangunan ekonomi antara sebelum dan setelah era Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan GBHN dan Repelita sebagai tahapan formulasi strategi pembangunan ekonomi adalah pada keajegannya yang disumbangkan dari stabilnya iklim perpolitikan pada masa itu. Keajegan GBHN dan Repelita memudahkan dalam tahapan implementasi strategi. Namun demikian kelemahan GBHN dan Repelita mungkin terletak pada minimnya ruang penyesuaian terhadap perubahan lingkungan internal dan eksternal. Minimnya ruang penyesuaian ini dapat berakibat arah yang salah dalam perencanaan pembangunan ekonomi dan akibatnya baru akan dirasakan di masa mendatang atau saat ini. Disisi lain kelebihan RPJP dan RPJM adalah terbukanya ruang penyesuaian terhadap perubahan lingkungan internal dan eksternal. Apabila ruang penyesuaian ini dapat dimanfaatkan dengan baik maka arah pembangunan ekonomi akan selalu dapat bergerak ke arah yang tepat. Akan tetapi apabila ruang penyesuaian ini justru dimanfaatkan untuk mengakomodasi kepentingan politik ataupun kelompok tertentu akan menjadi kelemahan dari RPJP dan RPJM itu sendiri, dimana arah pembangunan nasional juga akan menjadi salah arah. Oleh karena itu perlu kiranya ada perbaikan terhadap sistem perencanaan pembangunan nasional dimana RPJP dan RPJM yang hanya terbuka ruang penyesuaian terhadap perubahan lingkungan internal dan eksternal saja, diluar dari kepentingan politik ataupun kelompok tertentu.
GBHN dan RPJMN sebagai dua model perencanaan pembangunan nasional yang bersifat jangka panjang dan merupakan panduan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan masyarakat bangsa Indonesia. Perbedaannya dua kebijakan pembangunan nasional tersebut dibuat atau disusun dalam bentuk yuridis yang berbeda. GBHN pada masa pemerintahan orde baru disusun atau ditetapkan dalam bentuk Ketetapan MPR (TAP) MPR. Sementara RPJMN di era pemerintahan reformasi dirumuskan dalam bentuk ketentuan hukum berbentuk Undang-Undang. Dugaan bahwa perencanaan pembangunan saat ini tidak memiliki pedoman sebagaimana GBHN tidaklah tepat. Dalam RPJMN seperti halnya dalam GBHN dijelaskan secara runtut arah dan tahapan pembangunan yang ingin dicapai dalam jangka waktu yang panjang atau dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun mendatang yang kemudian dirinci dalam RPJMN untuk lima tahun dan RKP untuk jangka waktu satu tahun. Masing-masing tahapan dalam lima tahun ada sasaran strategisnya.Dengan demikian anggapan bahwa kekacauan dan ketiadaan panduan dalam pembangunan di Indonesia sudah dijawab dengan adanya RPJPN sebagai pengganti GBHN. Namun demikian, harus diakui bahwa pelaksanaan RPJPN tidaklah seefektif pelaksanaan GBHN. Hal ini disebabkan karena perubahan sistem politik di Indonesia yang semakin demokratis dan terdesentralisasi.
Pola dasar pembangunan pada masa sebelum amandemen UUD 1945 dimuat dalam dokumen GBHN diformulasikan dalam TAP MPR yang tetapkan setiap lima tahun sekali mengingat dinamik masyarakat yang diperhatikan oleh majelis. GBHN menentukan arah kebijakan pembangunan yang hendak dilaksanakan Presiden. TAP MPR menjadi formulasi GBHN pada masa itu adalah sebagai keputusan negara yang merupakan peraturan perundang-undangan di bidang ketatanegaraan dan memunyai kekuatan hukum mengikat keluar dan ke dalam MPR. TAP MPR tentang GBHN. bersifat abstrak dan mengikat secara umum, dan dari segi keberlakuannya bersifat tidak sekali jalan (einmalig) namun tetap berlaku dengan ketentuan. Sedangkan aturan mengenai pola pembangunan nasional setelah amandemen UUD 1945 diformulasikan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan (SPPN) yang dibuat oleh lembaga legislatif berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat.
Undang-undang SPPN tersebut dirancang oleh DPR sebagai badan dengan prinsip keterwakilan rakyat dan disahkan bersama dengan Presiden. Untuk pembangunan lima tahunan, pada GBHN dicantumkan hanyalah Pola Umum Pembangunan Lima Tahunan kemudian dibuat Repelita. Repelita yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden berdasarkan Pola Umum Pelita yang disusun oleh MPR. Repelita merupakan suatu keputusan administrasi negara atau penyelenggaraan pemerintahan, yang termasuk dalam keputusan yang bersifat perencanaan (plannen) yakni merupakan peraturan perancanaan yang menggambarkan visi, misi tujuan, sasaran, program pembangunan untuk kurun waktu tertentu. Setelah amandemen UUD 1945 rencana pembangunan lima tahunan yang disebut dengan RPJM yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden atau Peraturan Kepala Daerah. RPJM Nasional/Daerah merupakan penjabaran visi misi presiden/kepala daerah yang terpilih dengan konteks yang mengacu kepada skala proiritas pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang RPJP Nasional atau Peraturan Daerah Tentang RPJP Daerah. Sebagai penjabaran dan pelaksanaan dari RPJP tersebut pemerintah diharuskan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dengan periode pelaksanaan selama 5 tahun yang itu ditetapkan dengan Peraturan Presiden dan Peraturan Kepala Daerah. RPJP disusun berdasarkan visi dan misi presiden yang telah terpilih melalui pemilu. Sehingga diakhir masa jabatan, yang sebelumnya pelakasanaan Pelita pada masa sebelum amandemen dipertanggungjawabkan kepada MPR sebagai pemberi mandat, saat ini Pembangunan Jangka Menengah/Lima Tahun pada era reformasi dipertanggungjawabkan oleh Presiden/Kepala Derah kepada rakyat yang notabenenya adalah sebagai pemberi mandat melalui pemilihan umum.
Bahwa, untuk lebih memudahkan dalam memahami perbandingan antara politik hukum GBHN dan RPJPN, berikut adalalah Tabel Perbandingannya :
No.
|
Perbedaan
GBHN dan RPJPN
|
|
GBHN
|
RPJPN
|
1.
|
Ditinjau dari Landasan Hukum
|
|
·
Landasan
idiil Pancasila dan landasan konstitusional UUD 1945.
|
·
Landasan
idiil Pancasila dan landasan konstitusional UUD 1945.
|
|
·
Landasan
Operasional : Ketetapan MPR.
|
·
Landasan
operasional :
a.
Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2001 tentang
Visi Indonesia Masa Depan;
b.
UU No: 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
c.
UU No: 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005 Tahun 2005-2025.
d.
Peraturan Presiden No: 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Menengah Nasional
|
2.
|
Ditinjau dari Strategi Pembangunan
|
|
Strategi pembangunan diarahkan
pada tindakan pembersihan dan perbaikan kondisi ekonomi yang mendasar.
Strategi tersebut ditetapkan dengan sasaran-saranan dan titik berat
pembangunan dalam setiap Repelita yaitu :
§
Repelita I : Menitikberatkan pada sektor pertanian dengan meningkatkan
industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku untuk meletakkan
landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya;
§
Repelita II : Menitikberatkan pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri
yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku untuk meletakkan dasar bagi
tahap selanjutnya;
§
Repelita III: Menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembda
pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang mengolah
bahan baru menjadi barang jadi untuk meletakkan dasar yang kuat bagi tahap
selanjutnya:
§
Repelita IV : menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan
usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat
menghasilkan mesin-mesin industri sendiri baik industri ringan yang akan
terus dikembangkan dalam Repelita-repelita selanjutnya.
|
Pelaksanaan RPJPN tahun 2005 –
2025 terbagi dalam tahap-tahap perencanaan pembangunan dalam perioderisasi
perencanaan pembangunan jangka menengah nasional 5 (lima) tahunan sebagai
berikut :
§
RPJM ke-1 (2005-2009) : Diarahkan untuk menata kembali dan membangun
Indonesia di segala bidang yang ditujukan untuk menciptakan Indonesia yang
aman dan damai, yang adil dan demokratis dan yang tingkat kesejahteraan rakyatnya
meningkat;
§
RPJPM ke-2 (2010-2014) : Ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali
Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatakan kualitas
sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta
penguatan daya saing perekonomian;
§
RPJPM ke-3 (2015-2019) : Ditujukan untuk lebih memantapkann pembangunan
secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing
kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya
manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat;
§
RPJM ke-4 (2020-2024) : Ditujukan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang
mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan diberbagai
bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh
berlandasakan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang disukung oleh
SDM berkualitas dan berdaya saing.
|
3.
|
Ditinjau dari segi Materi
Pembangunan
|
|
§ Hukum : mengembangkan
budaya hukum di semua lapisan masyarakat.;
§
Ekonomi : Mengembangkann sistem ekonomi kerakyatan.
§
Politik :
a.
Politik Dalam Negeri : Memperkuat NKRI dalam bhinekatunggalikaan;
b.
Politik Luar Negeri: Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas
dan aktif
§
Penyelenggaraan Negara : Membersihkan penyelenggaraan negara dari praktik
korupsi, kolusi, nepotisme;
§
Komunikasi, Informasi dan media massa : Meningkatkan pemanfaatan peran
komunikasi melalui media massa modern dan media tradional;
§
Agama : Memantapkan fungsi, peran dan kedudukan agama sebagai landasan moral,
spiritual dan etika dalam penyelenggaraan negara;
§
Pendidikan : Mengupayakan perluasan dan pemertaan kesempatan memperoleh
pendidikan bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia;
§
Sosial dan Budaya :
Kesehatan
dan Kesejahteraan Sosial;
Meningkatkan
mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung
Kebudayaan,
Kesenian dan Pariwisata dengan mengembangkan dan membina kebudayaan nasional
bangsa Indonesia yang bersumber dari warisan budaya leluhur bangsa.
§
Kedudukan dan Peranan Perempuan : Meningkatkan kedudukan dan peranan
perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
§
Pemuda dan Olah Raga : Menumbuhkan budaya oleh raga guna meningkatkan
kualitas manusia Indonesia;
§
Pembangunan Daerah :
a.
Umum : Mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab;
b.
Khusus : Daerah Istimewa Aceh, Irian Jaya dan Maluku.
§
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup : Mengelola sumber daya alam dan memelihara
daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari
generasi ke generasi.
§
Pertahanan dan Keamanan : Menata kembali Tentara Nasional Indonesia sesuai
paradigma baru secara konsisten melalui reposisi, redefinisi dan reaktualisasi
peran TNI.
|
§ RPJM ke-1 (2005-2009)
fokus pada:
1.
Peningkatan
keadilan dan penegakan hukum;
2.
Penurunan
jumlah pengangguran dan kemiskinan;
3.
Meningkatkan
pengelolaan pulau-pulau kecil;
4.
Meningkatkan
SDM;
5.
Mendorong
pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan iklim yang lebih kondusif termasuk
memperbaiki infrastruktur;
6.
Peningkatan
peran swasta dengan meletakkan dasar-dasar kebijkan dan regulasi serta
reformasi dan restrukturisasi kelembagaan terutama untuk sektor transportasi,
energi dan kelistrikan serta pos dan telematika;
7.
Pelaksanaan
revitalisasi kelembagaan pusat-pusat pertumbuhan yang memiliki lokasi
strategis antara lain kawasan ekonomi khusus (KEK) dan kawasan andalan;
8.
Peningkatan
mitigasi berencana : geologi, kerusakan hutan dan pencemaran lingkungan.
§
RPJM ke-2 (2010 – 2014) dengan program :
1.
Penurunan
angka kemiskinan dan pengangguran;
2.
Peningkatan
kesehatan dan status gizi;
3.
Pelestarian
fungsi lingkungan hidup;
4.
Peningkatan
perekonomian melalui penguatan industri manufaktur, pertanian dan kelautan;
5.
Peningkatan
energi.
§
RPJM ke-3 (2015-2019) dengan program :
1.
Peningkatan
IPTEK;
2.
Daya
saing kompetitif;
3.
Peningkatan
kemampuan TNI dan Polri serta partisipasi masyarakat dibidang hukum;
4.
Pemerataan.
§
Sasaran Pembangunan Manusia dan Masyarakat meliputi :
1.
Kependudukan;
2.
Pendidikan;
3.
Kesehatan;
§
Sasaran Pembangunan Sektor Unggulan meliputi :
1.
Kedaulatan
Pangan;
2.
Kedaulatan
energi dan ketenagalistrikan;
3.
Kemaritiman;
4.
Pariwisata;
§
Sasaran Pembangunan Dimensi Pemerataan meliputi :
1.
Antar
kelompok pendapatan;
2.
Antar
wilayah-wilayah Pembangunan Perdesaan;
3.
Pengembangan
Kawasan Perbatasan;
4.
Pengembangan
Daerah Tertinggal;
5.
Pembangunan
Pusat Pertumbuhan Ekonomi di luar Jawa;
|
Kesimpulan
Politik Hukum mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara. Eksistensi Politik Hukum dalam perekonomian diwujudkan dalam bentuk regulasi dan perizinan yang memberikan jaminan dan rujukan bagi para pemangku kepentingan (stake-holders).
Politik Hukum harus dapat memberikan kepastian yang adil, keadilan yang pasti, dan kebergunaan sehingga pada dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Tanpa kepastian hukum (certainly), perkenonomian tidak akan menumbuhkan kebebasan yang sehat dan berkeadilan, dan tanpa kebergunaan (utility), perekonomian tidak akan membawa kehidupan bersama kepada kesejahteraan dan kedamaian. Politik hukum dapat menjadi alat memajukan perekonomian suatu bangsa apabila dilaksanakan secara adil, konsisten dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Sebaliknya politik hukum juga dapat menjadi penghambat kemajuan perekonomian bila pengaturannya dibuat secara tidak adil dan tidak konsisten, sehingga tidak tercipta kepastian hukum.
Pembangunan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari pembangunan hukum karena antara ekonomi dan hukum itu merupakan dua hal yang saling memengaruhi satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai perlindungan bagi kepentingan manusia dan untuk melakukan integrasi, yaitu mengurangi konflik-konflik dan melancarkan proses interaksi pergaulan sosial. Fungsi hukum adalah mengusahakan kesejahteraan seluruh umat manusia yang diwujudkan dalam bentuk peraturan-peraturan yang obyeknya adalah segala segi kehidupan manusia termasuk kehidupan ekonominya. Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi begitu penting, bukan hanya dalam menyelesaikan masalah yang timbul, tetapi yang lebih penting lagi adalah dalam meletakkan dasar-dasar dari pembangunan itu sendiri.
GBHN dan RPJMN adalah dua model perencanaan pembangunan nasional yang bersifat jangka panjang dan merupakan panduan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan masyarakat bangsa Indonesia. Perbedaannya dua kebijakan pembangunan nasional tersebut dibuat atau disusun dalam bentuk yuridis yang berbeda. GBHN pada masa pemerintahan orde baru disusun atau ditetapkan dalam bentuk Ketetapan MPR (TAP) MPR. Sementara RPJMN di era pemerintahan reformasi dirumuskan dalam bentuk ketentuan hukum berbentuk Undang-Undang. Perbedaan antara GBHN dan RPJMN dapat ditinjau dari:
1. Ditinjau dari Landasan Hukum
2. Ditinjau dari Strategi Pembangunan
3. Ditinjau dari segi Materi Pembangunan
Meskipun sama-sama merupakan model perencanaan pembangunan nasional yang bersifat jangka panjang, namun pelaksanaan RPJPN tidaklah seefektif pelaksanaan GBHN. Hal ini disebabkan karena perubahan sistem politik di Indonesia yang semakin demokratis dan terdesentralisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Artikel Internet
https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/pembangunan-ekonomi-definisi-hingga-faktor-yang-memengaruhi-4611/
https://www.investindonesia.go.id/id/artikel-investasi/detail/pentingnya-peran-investasi-dalam-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-di-kala-pandemi.
https://www.kompas.com/skola/read/2020/07/15/141500069/pembangunan-ekonomi-pengertian-dan-elemen-pentingnya
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/25/15481791/badan-pengkajian-mpr-jangan-sampai-ganti-presiden-ganti-kebijakan
https://www.radioidola.com/2020/gonta-ganti-kebijakan-hambat-ri-jadi-negara-maju-bagaimana-jalan-keluarnya
https://money.kompas.com/read/2019/03/26/084500826/alasan-pemerintah-jokowi-jk-fokus-bangun-infrastruktur
https://ekonomi.bisnis.com/read/20200219/45/1203071/pembangunan-12-proyek-strategis-nasional-molor-ini-daftarnya
https://www.kompasiana.com/zahidfaruqi/552a34daf17e613c6cd623ea/apa-sih-politik-itu
http://etheses.uin-malang.ac.id/176/6/11220049%20BAB%20II.pdf
http://e-journal.uajy.ac.id/16880/3/MIH025522.pdf
https://business-law.binus.ac.id/2017/08/27/perbedaan-tujuan-dan-arah-pembangunan-hukum-nasional-sebelum-dan-sesudah-amandemen-uud-1945
Buku, Jurnal, Makalah
Imam Hidajat, Teori-teori Politik, Setara Press, Malang, 2009;
Rimawati, Politik dan Sistem Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2016;
Aladin Sirait, Peranan Politik Hukum Investasi Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia, artikel pada Jurnal Politea Kajian Politik Islam Vol. 2 No. 1 Januari 2019;
Dewa Ayu Made Kresna Puspita Santi dan I Gusti Ngurah Parwata, Fungsi Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi;
Yessi Anggraini, Armen Yasir, dan Zulkarnain Ridlwan, Perbandingan Perencanaan Pembangunan Nasional Sebelum Dan Sesudah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, artikel pada Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 9 No. 1, Januari-Maret 2015.
Post a Comment for "Peranan Politik Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Indonesia"