Beban Kerja, Tanggung Jawab dan Resiko Pekerjaan Akan Menentukan Besaran Gaji PNS


Bukti Hukum, Jakarta - Sejak era kepemimpinan Presiden Jokowi, Pemerintah terus melakukan berbagai terobosan kebijakan untuk mempercepat jalannya roda birokrasi yang dianggap belum optimal dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat.

Pada tahun 2015 yang lalu, Jokowi kecewa terhadap pelayanan pelabuhan Tanjung Priok terkait lamanya proses dwelling time, meskipun Pelindo II selaku pengelola pelabuhan Tanjung Priok adalah BUMN, tetapi peran para PNS tentunya sangat penting dalam melakukan perbaikan pengelolaan pelabuhan tersebut, misal; Kementerian Perhubungan dan instansi Pemerintah terkait lainnya.

Penyederhanaan Regulasi

Selain itu, Jokowi juga pernah mempermasalah terlalu banyaknya regulasi dan panjangnya alur birokrasi yang dapat menghambat pelayanan kepada masyarakat terutama yang berkaitan dengan izin-izin usaha.

Jokowi memerintahkan Menteri Dalam Negeri untuk mengevaluasi seluruh peraturan perundang-undangan yang berpotensi memperlambat proses izin-izin usaha, dan pada akhirnya ada begitu banyak Peraturan Daerah yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 

Pembentukan undang-undang Omnibus Law juga merupakan suatu terobosan yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menyederhanakan regulasi, Omnibus Law yaitu penggabungan beberapa peraturan perundang-undangan yang memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya, yang semulanya terpisah mejadi satu undang-undang.

Salah satu konsep undang-undang Omnibus Law yang sudah ditetapkan Pemerintah yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Pada peraturan tingkat Kementerian/Lembaga, Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yaitu setiap peraturan Kementerian/Lembaga yang disusun, wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Sekretariat Negara dan setiap usulan 1 (satu) penyusunan Peraturan Kementerian/Lembaga wajib mencabut minimal 2 (dua) peraturan Kementerian/Lembaga yang sudah tidak efektif lagi.

Moratorium PNS

Masih di era kepemimpinan Presiden Jokowi periode pertama, melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang saat itu dijabat oleh Yuddy Chrisnandi, pemerintah menangguhkan atau menunda penerimaan CPNS, kebijakan itu dimulai pada tahun 2015 sebelum pada akhirmya dibuka kembali pada tahun 2018.

Penundaan penerimaan CPNS ini dilakukan agar jumlah PNS semakin ramping agar tidak terlalu membebani keuangan APBN, dan harapannya hanya PNS yang memiliki kompetensi saja yang dapat menduduki suatu jabatan pada instansi Pemerintah. Artinya, Pemerintah ingin PNS menjadi profesi profesional yang mengedepankan kompetensi dan keahlian sesuai bidangnya masing-masing.

Inpassing Jabatan

Masih terkait dengan percepatan pelayanan yang dilakukan oleh PNS kepada masyarakat, pada saat pidato pelantikan presiden periode kedua di gedung MPR. Jokowi kembali menyampaikan kritikannya terhadap dunia birokrasi yang perlu percepatan, yaitu dengan memangkas jabatan Eselon III dan IV agar alur birokrasinya tidak terlalu panjang dan bisa segera cepat dalam mengambil keputusan.

Nantinya, PNS Eselon III dan IV yang jabatannya dihapus, akan dialihkan ke jabatan fungsional yang mengedepankan kompetensi dan keahlian sesuai bidangnya masing-masing.

Proses beralihnya jabatan struktural Eselon III dan IV ini, masih terus diupayakan oleh Pemerintah yang ditargetkan selesai paling lambat akhir tahun 2020.

Baca juga : Rencana Penghapusan Jabatan Eselon III dan IV Pada Instansi Pemerintah Pusat

Reformasi Sistem Pangkat dan Sistem Penghasilan PNS

Tidak sampai disitu saja, Jokowi kembali membuat gebrakan untuk memperbaiki sistem birokrasi tanah air, pada akhir tahun 2020 ini, disaat Indonesia berupaya menangani penyebaran pandemi covid-19, muncul kebijakan untuk melakukan reformasi sistem pangkat dan sistem penghasilan PNS.

Badan Kepegawaian Negara (BKN) melalui Direktorat Kompensasi ASN tengah berupaya mempercepat penyiapan bahan perumusan kebijakan sebagai bagian dari proses menuju reformasi sistem pangkat dan penghasilan (gaji dan tunjangan) serta fasilitas PNS, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Diharapkan hasilnya nanti dapat mempercepat proses perumusan kebijakan teknis tentang pangkat, gaji, tunjangan dan fasilitas PNS melalui Peraturan Pemerintah (PP), yakni PP tentang Pangkat PNS dan PP tentang Gaji,Tunjangan, dan Fasilitas PNS.

Dalam prosesnya, BKN terus berkoordinasi dengan sejumlah Kementerian/Lembaga, seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sekretariat Negara, termasuk juga dengan Pemerintah Daerah.

Reformasi Sistem Pangkat PNS pada prinsipnya selaras dengan mandat UU ASN dan PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS sebagaimana telah dibuah dengan PP Nomor 17 Tahun 2020, dimana pada sistem sebelumnya, Pangkat melekat pada orang/PNS (tingkat seseorang PNS), sementara pada Sistem Pangkat ke depan Pangkat melekat pada Jabatan (tingkatan Jabatan).

Proses perumusan kebijakan tentang gaji, tunjangan, dan fasilitas PNS merujuk pada amanat Pasal 79 dan 80 UU ASN dan mengarahkan penghasilan PNS ke depan yang sebelumnya terdiri dari banyak komponen disimplifikasi menjadi hanya terdiri dari komponen Gaji dan Tunjangan.

Formula Gaji PNS yang baru akan ditentukan berdasarkan Beban Kerja, Tanggung Jawab, dan Resiko Pekerjaan. Implementasi formula Gaji PNS ini nantinya dilakukan secara bertahap, diawali dengan proses perubahan sistem penggajian yang semula berbasis Pangkat, Golongan Ruang, dan Masa Kerja menuju ke sistem penggajian yang berbasis pada Harga Jabatan. 

Sementara untuk formula Tunjangan PNS meliputi Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Kemahalan. Rumusan Tunjangan Kinerja didasarkan pada capaian kinerja masing-masing PNS, sedangkan rumusan Tunjangan Kemahalan didasarkan pada Indeks Harga yang berlaku di daerah masing-masing.

Secara substansial, perubahan sistem penggajian yang semula berbasis Pangkat, Golongan Ruang, dan Masa Kerja menuju ke Sistem Berbasis pada Harga Jabatan (Job Price) didasarkan pada Nilai Jabatan (Job Value), dimana Nilai Jabatan diperoleh dari hasil Evaluasi Jabatan (Job Evaluation) yang menghasilkan Kelas Jabatan atau Tingkatan Jabatan, yang selanjutnya disebut dengan Pangkat.

Perlu diketahui bahwa pengaturan tentang Pangkat PNS saat ini saling terkait dengan pengaturan tentang Gaji PNS sebagaimana yang diatur didalam PP Nomor 7 Tahun 1977 tentang Gaji PNS sebagaimana telah diubah delapan belas kali, terakhir dengan PP Nomor 15 Tahun 2019. Begitu juga dengan regulasi yang mengatur tentang Gaji PNS memiliki keterkaitan erat dengan regulasi-regulasi lainnya, seperti Jaminan Pensiun PNS, Jaminan/Tabungan Hari Tua PNS, Jaminan Kesehatan, dan lain-lain.

Seluruh kebijakan penetapan penghasilan PNS tersebut tentu berkaitan erat dengan kondisi keuangan negara, sehingga dibutuhkan upaya ekstra hati-hati dan didukung dengan hasil analisis dan simulasi yang mendalam dan komprehensif, sehingga mampu menghasilkan kebijakan yang baru tentang Pangkat, Gaji, Tunjangan, dan Fasilitas PNS agar nantinya tidak memberikan dampak negatif, baik terhadap kesejahteraan PNS maupun kondisi keuangan negara.


Post a Comment for "Beban Kerja, Tanggung Jawab dan Resiko Pekerjaan Akan Menentukan Besaran Gaji PNS"