Pemerintah Indonesia menetapkan pandemi virus corona COVID-19 sebagai Bencana Nasional. Status tersebut diumumkan pada Sabtu (14/3/2020) oleh Presiden melalui Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo di Gedung BNPB dengan kutipan sebagai berikut:
“Sekarang statusnya bencana, Undang-Undang Bencana Nomor 24/2007 menyatakan 3 jenis bencana, Bencana Alam, Non-Alam, Sosial,” kata Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19, Achmad Yurianto, Minggu (15/3/2020) di Komplek Istana Negara.
Ia melanjutkan, bencana Non-Alam itu contohnya wabah/pandemi. Sekarang Indonesia dalam posisi tanggap darurat Bencana Non-Alam pandemi COVID-19. “Tidak ada derajat yang paling tinggi dari ini [status bencana nasional].
Kalau bicara K/L (Kementerian/Lembaga), ini di bawahnya,” ujarnya, seperti dikutip situs web Kementerian Kesehatan.
“Oleh karena itu di dalam ketentuan wabah kenapa kok kemarin yang men-declair ini adalah presiden,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa dalam undang-undang, yang boleh menyatakan wabah adalah menteri yang kemudian melaporkannya ke Presiden Joko Widodo. Begitu dilaporkan ke presiden, presiden melihat ini sifatnya pandemi bukan hanya di Indonesia. “Ada dampak ikutan yang lebih besar, makanya presiden yang mengumumkan,” ujar Achmad.
Apa pentingnya Pemerintah menetapkan status virus corona (COVID-19) sebagai Bencana Nasional Non-Alam? ya status itu sangat penting ditetapkan oleh Pemerintah agar penanggulangan virus corona (COVID-19) dapat dilakukan secara masif dan dapat mempermudah akses pendanaan yang bersumber dari APBN maupun APBD. hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Jadi sebenarnya Pemerintah telah memiliki landasan yuridis untuk mengalokasikan anggaran guna penanggulanan virus corona (COVID-19). oleh karena itu, seharusnya masyarakat tidak perlu khwatir mengenai biaya pemeriksaan di Rumah Sakit apabila ditemukan adanya gejala-gejala penyakit virus corona (COVID-19), begitu pula seharus nya Rumah Sakit juga tidak boleh membebani pasien yang memeriksakan diri untuk melakukan pengecekan dimaksud.
lalu bagaimana dengan BPJS? yaaa harusnya bisa digunakan untuk pemeriksaan, dikutip dari CNN Indonesia.
Sri Mulyani mengatakan saat ini pemerintah melalui Kementerian kesehatan memang sudah memiliki pos anggaran penanganan virus corona. Namun, kecukupan dana tersebut bergantung dari jumlah kasus dan penanganan wabah tersebut.
"Kemenkes sudah ada pos anggaran, namun bergantung berapa jumlah kasusnya dan bagaimana penanganannya, serta BPJS untuk ikut cover, sehingga akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan," tambahnya.
Seperti diketahui bahwa sebelumnya, BPJS Kesehatan mengatakan biaya penanganan pasien virus corona akan langsung ditanggung rumah sakit rujukan Kemenkes sesuai Keputusan Menkes Nomor HK.01.07/MENKES/104/2020 mengenai Penetapan Infeksi Novel Coronavirus sebagai penyakit yang menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya.
mau BPJS atau Rumah Sakit rujukan Kemenkes yang akan menanggung biaya penanggulangan virus corona mestinya harus dapat segera diputuskan oleh Pemerintah. jangan sampai masyarakat malah justru dibuat bingung mengenai kepastian soal biaya perobatan yang tentunya tidak murah.
Kalau pasien yang positif corona, sepertinya Pemerintah telah menanggung biaya perobatan, namun bagaimana kalau hanya untuk pemeriksaan saja? yaaaaa, harusnya biaya pemeriksaan juga ditanggung oleh Pemerintah.
Kita jangan lupa, sampai saat ini Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Wabah yang ditandatangani Presiden Sukarno pada tanggal 5 Maret 1962 Masih berlaku. dengan tegas pada Pasal 6 UU dimaksud mengatur bahwa Pemeriksaan termasuk pemeriksaan laboratorium dan konsultasi, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita akibat wabah, biaya dan penggantian kerugian ditanggung oleh Pemerintah. selengkapnya saya kutip Pasal dimaksud:
Undang-Undang No 6 Tahun 1962 tentang Wabah
“Sekarang statusnya bencana, Undang-Undang Bencana Nomor 24/2007 menyatakan 3 jenis bencana, Bencana Alam, Non-Alam, Sosial,” kata Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19, Achmad Yurianto, Minggu (15/3/2020) di Komplek Istana Negara.
Ia melanjutkan, bencana Non-Alam itu contohnya wabah/pandemi. Sekarang Indonesia dalam posisi tanggap darurat Bencana Non-Alam pandemi COVID-19. “Tidak ada derajat yang paling tinggi dari ini [status bencana nasional].
Kalau bicara K/L (Kementerian/Lembaga), ini di bawahnya,” ujarnya, seperti dikutip situs web Kementerian Kesehatan.
“Oleh karena itu di dalam ketentuan wabah kenapa kok kemarin yang men-declair ini adalah presiden,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa dalam undang-undang, yang boleh menyatakan wabah adalah menteri yang kemudian melaporkannya ke Presiden Joko Widodo. Begitu dilaporkan ke presiden, presiden melihat ini sifatnya pandemi bukan hanya di Indonesia. “Ada dampak ikutan yang lebih besar, makanya presiden yang mengumumkan,” ujar Achmad.
Apa pentingnya Pemerintah menetapkan status virus corona (COVID-19) sebagai Bencana Nasional Non-Alam? ya status itu sangat penting ditetapkan oleh Pemerintah agar penanggulangan virus corona (COVID-19) dapat dilakukan secara masif dan dapat mempermudah akses pendanaan yang bersumber dari APBN maupun APBD. hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Jadi sebenarnya Pemerintah telah memiliki landasan yuridis untuk mengalokasikan anggaran guna penanggulanan virus corona (COVID-19). oleh karena itu, seharusnya masyarakat tidak perlu khwatir mengenai biaya pemeriksaan di Rumah Sakit apabila ditemukan adanya gejala-gejala penyakit virus corona (COVID-19), begitu pula seharus nya Rumah Sakit juga tidak boleh membebani pasien yang memeriksakan diri untuk melakukan pengecekan dimaksud.
lalu bagaimana dengan BPJS? yaaa harusnya bisa digunakan untuk pemeriksaan, dikutip dari CNN Indonesia.
Sri Mulyani mengatakan saat ini pemerintah melalui Kementerian kesehatan memang sudah memiliki pos anggaran penanganan virus corona. Namun, kecukupan dana tersebut bergantung dari jumlah kasus dan penanganan wabah tersebut.
"Kemenkes sudah ada pos anggaran, namun bergantung berapa jumlah kasusnya dan bagaimana penanganannya, serta BPJS untuk ikut cover, sehingga akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan," tambahnya.
Seperti diketahui bahwa sebelumnya, BPJS Kesehatan mengatakan biaya penanganan pasien virus corona akan langsung ditanggung rumah sakit rujukan Kemenkes sesuai Keputusan Menkes Nomor HK.01.07/MENKES/104/2020 mengenai Penetapan Infeksi Novel Coronavirus sebagai penyakit yang menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya.
mau BPJS atau Rumah Sakit rujukan Kemenkes yang akan menanggung biaya penanggulangan virus corona mestinya harus dapat segera diputuskan oleh Pemerintah. jangan sampai masyarakat malah justru dibuat bingung mengenai kepastian soal biaya perobatan yang tentunya tidak murah.
Kalau pasien yang positif corona, sepertinya Pemerintah telah menanggung biaya perobatan, namun bagaimana kalau hanya untuk pemeriksaan saja? yaaaaa, harusnya biaya pemeriksaan juga ditanggung oleh Pemerintah.
Kita jangan lupa, sampai saat ini Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Wabah yang ditandatangani Presiden Sukarno pada tanggal 5 Maret 1962 Masih berlaku. dengan tegas pada Pasal 6 UU dimaksud mengatur bahwa Pemeriksaan termasuk pemeriksaan laboratorium dan konsultasi, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita akibat wabah, biaya dan penggantian kerugian ditanggung oleh Pemerintah. selengkapnya saya kutip Pasal dimaksud:
Undang-Undang No 6 Tahun 1962 tentang Wabah
Post a Comment for "Biaya Untuk Pemeriksaan Virus Corona (Covid-19) Tanggung Jawab Siapa?"